Catatan Perjalanan :

Keliling Setengah Amerika

 

20.   Makan Hotdog Di Central Park

 

Masih hari Jum’at sore, 7 Juli 2000, turun dari bis kami berjalan kaki menyeberang menuju ke pintu selatan Central Park. Di sepanjang trotoar sekitar Central Park ini banyak pedagang kaki lima yang menggelar kiosnya. Nampaknya memang para pedagang itu sengaja dibiarkan oleh pemerintah New York sebagai bagian dari industri pariwisata.

 

Ada para pelukis, penjual foto, pengasong cendera mata, pedagang T-shirt, dan tentu juga yang terkenal khas di New York yaitu penjual hotdog menyebar di trotoar jalan. Sepanjang keberadaan mereka tidak menggangu lalu lintas kendaraan maupun pejalan kaki, rasanya kok tidak menjadi masalah. Di sekitar Central Park ini banyak juga ditawarkan wisata andong atau delman, yaitu sejenis kereta beroda empat yang ditarik seekor kuda. Andong atau delman ini malah terkadang suka berhenti semaunya.

 

Yang membedakan wisata andong di New York ini misalnya dengan di Yogya, adalah kalau di New York pak kusirnya menghela kuda sambil nerocos berceritera tentang apa saja yang dilihatnya, bahkan yang tidak dilihatnya pun dia akan sanggup menceriterakan kisahnya.

 

Sedangkan kalau di Yogya pak kusirnya benar-benar mengendarai kuda supaya baik jalannya, sehingga turis yang naik hanya tolah-toleh dengan pikiran masing-masing. Masih untung kalau kebetulan turisnya membawa buku panduan wisata. Kalau tidak, sebenarnya sang turis berhak untuk merasa dirugikan, karena dia telah kehilangan hak informatif atau edukatif dari perjalanan wisatanya. Tapi memang persoalannya tidak sesederhana itu. Di New York pak kusirnya sudah ngomong Inggris sejak lahir, sedang di Yogya ngomong Indonesia saja terkadang masih pathing pecothot (belepotan).

 

Tiba di pintu selatan Central Park, kami berhenti dulu sambil duduk-duduk istirahat di bangku di trotoar jalan masuk menuju Central Park. Sesekali melihat-lihat kios pedagang kaki lima yang menjual T-shirt. Desain T-shirt yang paling populer bagi para pendatang adalah yang ada tulisannya : “I love (love-nya diwakili dengan gambar hati) NY”.

 

Tiba-tiba saya ingat, ada pesan promosi yang menyarankan agar jangan lupa kalau ke New York mampir membeli hotdog di pinggiran jalan. Itulah salah satu kekhasan dari suasana kesibukan kota New York.

 

Ya, membeli hotdog di pinggir jalan lalu memakannya juga di pinggir jalan, jika perlu sambil jalan. Seperti yang sering terlihat di film-film layar lebar. Seakan-akan kurang sah kalau misalnya membelinya di toko, atau membelinya di pinggir jalan tapi makannya di hotel.

 

Itulah yang sore itu kami coba lakukan. Membeli hotdog untuk kami berempat, setelah terlebih dahulu saya pastikan bahwa hotdog-nya berisi beef (tidak ada salahnya saya tanyakan, eh siapa tahu hotdog-nya benar-benar berisi dog yang kepanasan). Kami lalu memakannya sambil duduk-duduk santai bersandar di bangku panjang, dekat pintu masuk Central Park, sambil menghisap rokok dalam-dalam.

 

Anak laki-laki saya yang kelas satu SD malah makannya sambil duduk bersila di lantai trotoar diselingi menenggak air mineral. Saya biarkan saja kalau memang itu caranya menikmati sorenya New York. Pendeknya, sore itu kami benar-benar berlaku seperti turis mancanegara bagi kota New York.

 

Ada beberapa orang lain juga sedang duduk-duduk santai di bangku-bangku yang berdekatan dengan tempat kami duduk. Kelihatannya juga wisatawan yang kecapekan, atau mungkin New Yorker yang ingin santai menghirup udara sore. Diantaranya ada orang-orang tua yang lebih tepat saya sebut kakek-kakek serta ada pula pasangan-pasangan muda.

 

Enak juga sore-sore makan hotdog hangat di saat perut sedang lapar berat. Ya maklum wong makan siangnya tadi tidak benar-benar makan. Malah anak saya nambah minta dibelikan lagi, hotdog plus sebotol air mineral. 

 

Memasuki taman Central Park sepintas taman kota ini terkesan sebagai taman yang terbentuk secara alamiah. Di dalam taman dijumpai seperti singkapan batuan yang di sekitarnya ditumbuhi rerumputan dan pepohonan rindang. Juga jalan-jalan yang naik serta turun seperti memang kontur alamnya demikian. Padahal sebenarnya taman ini adalah taman buatan. 

 

***

 

Taman Central Park yang terletak di jantung kota New York atau tepatnya di wilayah Manhattan mempunyai luas sekitar 340 hektar. Taman ini benar-benar menjadi paru-paru kota New York. Menjadi tempat yang sangat ideal untuk santai, rekreasi maupun berolah raga di tengah kesibukan dan hiruk-pikuknya kehidupan kota yang tidak pernah tidur ini.

 

Di areal taman yang sangat luas untuk ukuran taman di tengah kota, Central Park selain memiliki bagian-bagian yang berupa taman yang tertata indah serta ditumbuhi banyak pepohonan rindang, juga terdapat danau, arena bermain, kebun binatang, cagar alam untuk jenis-jenis burung, arena teater terbuka maupun arena konser musik.

 

Termasuk berbagai sarana olah raga seperti kolam renang, bersepatu roda, berperahu, berkuda, bersepeda, jogging, tenis, baseball, dsb.  Juga ada sarana untuk memancing sebagai hiburan, yang disebut dengan istilah catch-and-release fishing, yaitu memancing tapi bukan untuk menangkap ikannya lalu dimasak, melainkan untuk dilepaskan lagi. Saat musim dingin, danau-danau kecil di taman ini airnya membeku, sehingga cocok buat berolahraga ice-skating.

 

Taman yang berbentuk empat persegi panjang dan membentang relatif arah utara-selatan ini tepatnya dibatasi oleh jalan 59th Street di sebelah selatan dan jalan 110th Street di sebelah utaranya. Di sisi timur dibatasi oleh Fifth Avenue dan di sisi baratnya Eighth Avenue. Di dalamnya terdapat sarana jalan yang dapat dilalui dengan mobil. Dengan berjalan kaki menyusuri taman ini, jelas hanya akan sanggup mencapai sebagian kecil area saja, selain tentunya memerlukan waktu yang tidak pendek. Seperti halnya yang kami lakukan sore itu, cukup dengan mutar-mutar di bagian paling selatan dari taman ini saja.

 

Mulanya di tahun 1862 ketika sebuah taman kota dipatok-patok di wilayah bagian utara Manhattan yang waktu itu masih belum berkembang dan masih sepi. Lalu dirancang menjadi sebuah taman kota yang sangat luas oleh dua orang arsitek, Frederick Law Olmstead dan Calvert Vaux. Taman ini memang dirancang untuk menjadi semacam “tempat pelarian” bagi para pengunjung atau warga kota yang jenuh dengan kesibukan dan kesemrawutan kota New York yang tidak jauh berada di sekelilingnya.

 

Dalam perkembangannya kini, banyak para selebritis yang memilih bertempat tinggal di areal di sekitar Central Park. Tentu dengan pertimbangan karena memandang taman ini akan memberikan kenampakan dan kesegaran berbeda dibandingkan dengan memandang wajah kota New York yang penuh dengan gedung-gedung tinggi. Tersedianya sarana berolah raga juga menyebabkan taman ini banyak didatangi oleh para turis maupun warga kota New York sendiri. Termasuk penyanyi seperti Madonna yang suka jogging di sini.

 

Memandang Central Park dari puncak gedung pencakar langit, seperti dari gedung Empire State misalnya, memberikan kenampakan kota yang sangat kontras adanya sebuah dataran hijau yang luas di tengah belantara hutan beton yang tumbuh di sekelilingnya yang membentang di seluas daratan Manhattan.

 

Warga kota New York tentu bangga memiliki Central Park. Seperti halnya “mestinya” warga Jakarta juga akan bangga kalau misalnya taman Medan Merdeka dapat terolah dengan baik menjadi taman kota di tengah kesibukan metropolitan Jakarta. Mekipun luas area Medan Merdeka tidak seberapa dibanding luas Jakarta, tetap saja akan bernilai lebih daripada tidak ada.- (Bersambung)

 

 

Yusuf Iskandar

 

 

 

Di sisi selatan Central Park

 

[Sebelumnya][Kembali][Berikutnya]